GUBERNUR Zaini Abdullah sangat mengharapkan Pemerintah Pusat segera menuntaskan aturan turunan UUPA. Hal ini diungkapkannya dalam sambutan pada seminar soasialisasi UUPA dan MoU Helsinki di Jakarta, Jumat 8 Agustus 2014.
“Tanggal 16 Agustus 2014, usia MoU Helsinki sudah 9 tahun. Usia UUPA, sudah 8 tahun. Awal-awal perjanjian dan UUPA berjalan dengan mulus, dalam semangat persatuan dan kesatuan di bawah NKRI. Namun belakangan, MoU Helsinki dan turunan UUPA tidak dijalankan oleh Pemerintah Indonesia,” ujar Doto Zaini.
Menurutnya, sejumlah peraturan dan kebijakan yang menjadi turunan dari UUPA terhenti pembahasannya di level kementerian.
“Damai telah kita sepakati, mimpi memerdekakan Aceh sudah kami lupakan. Sejata Gerakan Aceh Merdeka sudah kita potong bersama-sama. Apalagi yang harus kami korbankan. Supaya turunan UUPA dapat dikeluarkan? Rakyat Aceh menunggu setiap janji pemerintah Indonesia. Aceh rindu kemajuan dan kesejahteraan,” kata Gubernur Aceh lagi.
Dalam UUPA disebutkan, kata dia, ada 9 Peraturan Pemerintah dan 3 Peraturan Presiden yang harus diterbitkan. Sampai saat ini, baru 3 PP dan 2 Perpres yang selesai. Hal yang sama juga terjadi untuk MoU Helsinki.
“Kami mengevaluasi, ada sejumlah poin penting lain dalam perjanjian itu, antara lain Pembentukan Pengadilan HAM (Pasal 2.2); Pembentukan Komisi Penyelesaian Klaim (pasal 3.2.6); dan Pembentukan KKR (Pasal 2.3). Malah untuk KKR Aceh, Qanun yang sudah disepakati DPRA dan Pemerintah Aceh ditolak oleh Mendagri. Ini membuktikan kalau implementasi MoU Helsinki dan UUPA belum sepenuhnya berjalan dengan baik,” ujar dia.
Untuk itu, kata dia, Pemerintah Pusat dan Aceh harus mencari jalan keluar dari konflik regulasi ini.
“Kalau tidak segera ditangani, ini akan menjadi momentum pengulangan sejarah tentang ketidakadilan dan kejujuran terhadap rakyat Aceh. Kalau ini terjadi, maka siklus konflik akan terulang. Pemerintah Indonesia, harus segera mengatasinya dengan melunasi setiap janji-jani yang menjadi kesepakatan bersama,” katanya.[]
Editor: Murdani Abdullah