Warga desa Keude Geudong, Kecamatan Samudera, Aceh Utara menemukan dua batu nisan kuno dalam aliran Krueng (Sungai) Pase, Geudong. Peneliti Center for Informasi of Samudra Pasai Heritage atau Cisah mengatakan nisan tersebut milik Yuhan Hasanah binti Al-Malik Al-Afdhal, salah seorang putri Kerajaan Islam Samudra Pasai.
Koordinator Bidang Ekspedisi, Penelitian dan Pendataan Cisah, Khairul Syuhada kepada atjehpost.com di Lhokseumawe, Selasa malam, 11 Februari 2014, menjelaskan dua batu nisan tersebut ditemukan oleh Anwar, 48 tahun, warga Keude Geudong pada Januari lalu. Batu nisan itu mengundang perhatian Anwar lantaran memiliki ukiran kaligrafi Arab yang indah. Diperkirakan, dua batu nisan tersebut terseret arus akibat abrasi sungai.
“Anwar kemudian memberitahukan temuan itu kepada tokoh masyarakat setempat, lalu dua batu nisan yang diperkirakan tinggalan Samudra Pasai itu diamankan ke pekarangan Masjid Tuha Teupin Ara Geudong. Kami turut datang ke lokasi setelah memperoleh informasi dari salah seorang anggota Cisah yang kebetulan sedang berada di sana,” ujar Khairul Syuhada.
Khairul menjelaskan, dua batu nisan tersebut bukan dari satu makam sebab memiliki perbedaan. Satunya batu nisan tinggalan zaman Samudra Pasai, satu lagi dari era Aceh Darussalam. Ia memperkirakan pasangan masing-masing batu nisan itu masih tenggelam dalam aliran Krueng Pase.
Menurut peneliti sejarah pada Cisah, Taqiyuddin Muhammad, terjemahan inskripsi pada nisan tinggalan Samudra Pasai yang ditemukan itu adalah “Inilah kubur seorang wanita yang mulia lagi dianugerahi, yang diberkati lagi sempurna (budinya), Yuhan Hasanah binti Al-Malik Al-Afdhal, yang wafat pada malam tanggal enam dari bulan Ramadhan tahun sembilan ratus delapan (908) dari Hijrah Nabi al-Mustafa (ke atas beliau) seutama-utama salawat dan salam”.
“Yuhan pada permulaan nama puteri dari Al-Malik Al-Afdhal itu menunjukkan ia salah seorang dari keturunan yuhan. Kata ‘yuhan’ ini diarabkan dari kata ‘yuan’, nama dinasti yang didirikan Kublai di Cina pada abad ke-13,” ujar Taqiyuddin.
Taqiyuddin menjelaskan, Al-Malik Al-Afdhal, ayah dari Yuhan Hasanah merupakan seorang perdana menteri yang wafat pada Dzulqa’dah 903 atau Juli 1498. Dari tarikh wafatnya diketahui, Al-Afdhal pernah menjabat perdana menteri masa Sultan ‘Adlullah bin Manshur bin Zainal ‘Abidin (wafat 911 H/1506 M) yang naik tahta menggantikan saudaranya Al-Kamil bin Manshur pada 900 H/1495 M. “Al-Afdhal atau Al-Malik Al-Afdhal, yang berarti raja yang terlebih utama, merupakan gelar kerajaan untuk perdana menteri ini,” katanya.
Informasi tentang Al-Malik Al-Afdhal, kata dia, diketahui dari inskripsi pada salah satu nisan makam tinggalan zaman Samudra Pasai di desa Teupin Ara Geudong, Samudera, Aceh Utara. Terjemahan inskripsi nisan tersebut adalah “Inilah kubur menteri besar yang berketurunan terhormat lagi terkenal, Al-Afdhal (orang yang terlebih utama), yang digelar Padar Khanowad Awwal Nur yang berpulang ke rahmatullah, pada malam Kamis, dua puluh tujuh (27) dari bulan Dzul Qa’dah tahun sembilan ratus tiga (903)”.
Taqiyuddin memperkirakan Yuhan Hasanah binti Al-Malik Al-Afdhal, di samping merupakan putri dari seorang perdana menteri kerajaan, ia juga wanita yang memiliki kedudukan penting dalam istana Kesultanan Samudra Pasai. “Ini tampak dari batu nisannya yang dibuat sangat indah. Kaligrafi Arab pada batu nisannya menunjukkan perkembangan khat Arab yang telah mencapai tingkat puncak kematangan di Samudra Pasai, kualitasnya benar-benar tinggi. Pada batu nisannya terpahat pula kalimat Tauhid,” ujarnya.
Sementara batu nisan dari zaman Aceh Darussalam yang ditemukan itu, kata dia, pada sisi muka dan belakang berhias mahkota dengan dua tangkai daun di sebelah kanan dan kiri. Di tengah-tengahnya terdapat medalion, dan sebuah panel pada bagian bawah. “Semuanya berisi kaligrafi Arab yang tampak megah, relief-relief kaligrafi dan ornamen pada bagian muka akan terlihat terbalik pada bagian belakangnya. Kaligrafi pada bagian belakang batu nisan ini lazim disebut dengan al-khath al-ma’kus atau kaligrafi bergaya cermin,” kata Taqiyuddin.
Pada nisan makam yang belum diketahui nama pemiliknya itu, menurut Taqiyuddin, terpahat kalimat Tauhid, dan bait-bait syair.[]