RATUSAN warga mengunjungi Taman Wisata Bukit Goa (Gua) Jepang di atas bukit Gampong Blang Panyang, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Minggu, 4 Januari 2015, siang hingga jelang malam.
Pantauan ATJEHPOST.co, sebagian besar pengungjung datang dengan sepeda motor. Sisanya menggunakan mobil dan ada pula yang berjalan kaki mendaki barisan bukit. Ada yang datang bersama keluarga, namun rata-rata pengungjung merupakan kalangan remaja dan kawla muda yang berpasang-pasangan.
Pengunjung harus berhati-hati melintasi jalan mulai dari depan bangunan Rumah Sakit Jiwa Blang Panyang yang belum difungsikan ke Taman Wisata Bukit Goa Jepang. Pasalnya, jalan yang terjal hingga ke punggung bukit itu belum beraspal, bahkan kondisinya rusak parah.
“Ini sangat rawan kecelakaan terutama bagi pengguna sepeda motor. Sedikit saja terpeleset ban sepeda motor ke lubang-lubang besar yang membentuk alur, resikonya terkapar ke badan jalan yang masih berupa tanah keras,” ujar Azwar, warga Gampong Paya Peunteut, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe.
Azwar berharap Pemerintah Lhokseumawe segera membangun jalan aspal agar memudahkan akses ke Taman Wisata Bukit Goa Jepang itu. “Jangan menunggu jatuh korban baru sibuk bertindak. Dinas yang membidangi pariwisata harus bertanggung jawab jika sampai ada pengungjung yang kecelakaan akibat kenderaannya jatuh saat mengunjungi lokasi wisata itu,” katanya.
“Dinas terkait harus bertanggung jawab karena sudah membuka lokasi itu untuk kunjungan wisata, tapi kondisi jalan sangat mengkhawatirkan,” kata Azwar dibenarkan pengunjung lainnya.
Dekat pintu masuk ke Taman Wisata Bukit Goa Jepang, ada sejumlah anak muda yang mengutip uang terhadap para pengunjung. “Limong ribe, bang (Rp5.000, bang),” ujar salah satu dari anak muda itu yang berpakaian preman dan kepalanya tertutup helm.
Ketika diminta karcis/tiket masuk, anak muda itu menyebut, “Kabeh, bang. Butoi lon peugah, kabeh karcis (karcis sudah habis)”. Namun, ia tidak memaksa pengunjung jika merasa keberatan memberikan uang lantaran karcis sudah habis. Pengungjung tetap diizinkan masuk ke lokasi itu.
Di atas bukit juga tampak jalan rusak dekat lokasi parkir kenderaan. Sejumlah pemuda yang mengelola lokasi parkir tidak mengutip biaya pada pengunjung. “Karena sudah diambil saat masuk ke tempat ini,” kata salah seorang di antara mereka.
Pengunjung yang ingin masuk ke lubang kurok-rok (bunker) peninggalan Jepang yang disebut “Goa Jepang” di lokasi itu, sejumlah anak muda berpakaian preman mengutip uang Rp2.000 per orang baik pengunjung dewasa maupun anak-anak.
Azwar dan sejumlah pengunjung lainnya mengaku tidak merasa keberatan dengan pengutipan sejumlah uang tersebut. “Tapi mestinya ada karcis masuk agar tidak liar. Petugasnya juga mestinya berpakaian khusus agar dapat dibedakan dengan pengunjung, jadi tidak terkesan seperti preman gampong,” ujarnya.
Ia mengakui lokasi wisata tersebut sangat memesona. Pasalnya, dari Taman Wisata Bukit Goa Jepang, pengunjung dapat menikmati pemandangan hingga ke Selat Malaka yang merupakan jalur lalu lintas pelayaran internasional.
“Kita juga bisa melihat kilang gas (LNG) dan tanki-tanki raksasa milik PT Arun yang kabarnya sudah menjadi besi tua, dan masih menyala api dari salah satu cerobong kilang gas itu. Ya, meskipun gas Aceh sudah habis dijual ke luar negeri, sekarang tinggal ‘bangkai’ kilang, paling tidak kita sudah bisa melihatnya dari atas bukit ini untuk kita ceritakan kepada anak cucu kelak,” kata Syur, warga Lhoksukon, Aceh Utara.
Hingga menjelang Magrib, sebagian pengunjung masih bertahan di Taman Wisata Bukit Goa Jepang. “Kami ingin melihat pemandangan kota Lhokseumawe saat sudah gelap dari lokasi ini,” ujar seorang pengunjung.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Lhokseumawe Ishaq Rizal mengatakan tahun ini akan dibangun aspal jalan menuju ke Taman Wisata Bukit Goa Jepang di Gampong Blang Panyang. “Dinas PU (Pekerjaan Umum) Lhokseumawe akan membangun aspal jalan itu agar pengunjung lebih mudah mencapai lokasi wisata itu,” ujar dia saat dihubungi, Minggu malam.
Ishaq Rizal menyebut pihaknya sudah merekrut 30 warga setempat sebagai kelompok sadar wisata yang mengelola lokasi tersebut. “(Pengutipan uang tiket masuk ke lokasi) itu kebijakan mereka untuk biaya kebersihan dan menjaga keamanan. Nanti akan kita tertibkan agar ada sharing untuk PAD (pendapatan asli daerah),” katanya.[]
Berita terkait:
Dinas Kebudayaan Aceh Bakal Pugar Gua Jepang di Lhokseumawe